Monday, November 2, 2009

TOB Made Easy


Theology of the Body Made Easy
Deshi Ramadhani, SJ
(Penulis buku Lihatlah Tubuhku: Membebaskan Seks bersama Yohanes Paulus II; Yogyakarta: Kanisius, 2009)

Catatan: Berikut ini beberapa pokok penting dalam Teologi Tubuh. Untuk bahasan yang lebih terinci, silakan baca Lihatlah Tubuhku.


Beberapa data: kebingungan manusia akan arti tubuh
• 2006: Tiap detik US$ 3.075,64 dikeluarkan untuk pornografi; tiap detik 28.258 pengguna internet melihat pornografi; tiap detik 375 pengguna internet mengetik sesuatu yang berkaitan dengan pornografi dalam mesin pencari internet; tiap 39 menit sebuah video porno selesai dibuat di AS.
• 2006: Penghasilan industri pornografi lebih besar daripada penghasilan perusahaan raksasa teknologi dunia bersama-sama (Microsoft, Google, Amazon, eBay, Yahoo!, Apple, Netflix, dan EarthLink).
• 2006: Indonesia urutan ke-7 yang paling banyak meminta mesin pencari dengan mengetik kata “sex.”
• Bahaya “Triple-A Engine”: Affordability (Murah) , Anonymity (Rahasia), Accessability (Mudah).
• Setelah pil kontrasepsi (1960): perceraian meningkat 3x lipat; anak di luar nikah meningkat dari 224.000 menjadi 1,2 juta; hidup bersama tanpa nikah meningkat dari 430.000 menjadi 4,2 juta; aborsi meningkat 2x lipat.
• 2004: 2,3 juta/tahun; 191.667 kasus/bulan; 6.389 kasus/hari; 266 kasus/jam; 5 kasus/menit; 1 kasus/12 detik. 15-30% dilakukan oleh remaja. Penyebab tingginya “Angka Kematian Ibu” (AKI).

Teologi Tubuh: “bom waktu” teologis
• Theology of the Body (TOB; Teologi Tubuh): kumpulan 135 ceramah yang disiapkan Yohanes Paulus II untuk audiensi hari Rabu selama lima tahun pertama masa kepausannya (5 September 1979 – 28 November 1984; yang disampaikan hanya 129 ceramah).
• Dua pertanyaan: 1) Apa artinya menjadi manusia lelaki dan perempuan?; 2) Apa yang perlu dilakukan oleh manusia lelaki dan perempuan agar bahagia?
• Memahami manusia hanya bisa dilakukan dengan memahami manusia Yesus. “Kristus, Adam yang Baru, dalam pewahyuan misteri Bapa serta cinta kasih-Nya sendiri, sepenuhnya menampilkan manusia bagi manusia, dan membeberkan kepadanya panggilannya yang amat luhur” (Gaudium et Spes 22).
• Tubuh adalah theos (Allah) dan logos (perkataan); Tubuh adalah teologi; tubuh “berbicara tentang Allah.”
• Seksualitas adalah bukti nyata bahwa manusia adalah gambar dan rupa Allah sendiri. Gairah seksual berperan penting untuk mengingatkan manusia agar tidak lupa akan jatidirinya yang sebenarnya.
• “Tubuh, sesungguhnya, dan hanya tubuh, mampu membuat terlihat apa yang tidak terlihat: yang spiritual dan yang ilahi” (TOB 19:4; 20 Februari 1980).
• “Teologi tubuh ini adalah landasan bagi metode yang paling cocok untuk pedagogi tubuh, artinya, untuk pendidikan manusia (atau lebih tepatnya, pendidikan-diri manusia)” (TOB 59:3; 8 April 1981).
• Pengalaman asali manusia: 1) Kesendirian asali (original solitude); 2) Kebersatuan asali (original unity); 3) Ketelanjangan asali (original nakedness).
• Arti “nupsial” (perkawinan) melekat dalam tiap tubuh lelaki dan perempuan. Tubuh untuk mencintai, untuk memberikan diri dengan empat ciri: bebas, total, setia, berbuah (free, total, faithful, fruitful).
• Perubahan drastis: dari “telanjang dan tidak malu” menjadi “malu karena telanjang.” Perubahan dalam hal “melihat”: dari “melihat untuk memberikan diri dan menerima pemberian diri” ke “melihat untuk menggunakan dan mengambil.” Lawan kata dari mencintai (loving) adalah menggunakan (using).

Implikasi
• Waspadai pola lingkaran setan: lelaki akan mudah mengatakan “cinta” untuk mendapatkan “seks” dari perempuan; perempuan akan memberikan “seks” untuk mendapatkan “cinta” dari lelaki.
• Jika salah satu dari empat ciri tidak ada (bebas, total, setia, berbuah – free, total, faithful, fruitful), ungkapan seksual selalu berarti “penipuan dengan tubuh” atau “penghinaan terhadap tubuh.” Karena itu, persetubuhan yang menghormati arti nupsial tubuh lelaki dan perempuan hanya bisa dilakukan oleh suami dan isteri yang sudah disatukan dalam ikatan pernikahan yang sah.
• Kontrasepsi diciptakan untuk lelaki agar tidak perlu lagi mengendalikan nafsu seksualnya. Pil kontrasepsi yang dipropagandakan sebagai alat pembebasan perempuan, justru semakin merendahkan perempuan.
• Suami bisa melakukan perzinahan dengan isterinya (dan juga sebaliknya), bila yang menggerakkan adalah nafsu “menggunakan” tubuh pasangannya. Dalam kejujuran mendengarkan arti nupsial tubuh lelaki dan perempuan, tidaklah bisa diterima persetubuhan yang dilakukan melulu karena satu pihak “minta jatah.”
• Sex is sacred: unsur unitif, re-kreatif, prokreatif. Tempat meletakkan benih hidup (sperma dalam air mani lelaki) hanyalah dalam sebuah vagina perempuan yang membuka jalan menuju pertemuan dengan sel telur perempuan. “Tempat-tempat lain” selalu merupakan tipuan dengan tubuh dan pelecehan terhadap arti nupsial tubuh. Segala bentuk ungkapan bisa menjadi bagian dari foreplay, tetapi puncak pemberian diri dalam bentuk perayaan orgasme bersama-sama pasangan harus terjadi dalam persetubuhan dalam arti penis suami berada di dalam vagina isteri.
• Pornografi tidak akan ada bila tidak ada manusia yang bersedia menjadi “objek,” dan tidak ada manusia yang mau menjadikan manusia lain sebagai “objek.” Pornografi diciptakan untuk mendorong penikmatnya melakukan hal yang sama, atau setidaknya sampai pada titik puncak orgasme. Pornografi tidak pernah bisa menjadi sekolah untuk belajar lebih mencintai antara suami dan isteri. Pornografi adalah sekolah untuk melatih diri menjadi ahli dalam memperlakukan tubuh orang lain sebagai objek.
• Revolusi seksual bukanlah pembebasan, melainkan perbudakan. Dengan prinsip bebas melakukan seks dengan siapa saja, kapan saja, di mana saja, manusia direndahkan ke tingkat binatang (animalia).
• Lelaki: memberi benih; perempuan: menerima benih. Simbol Allah Sang Pemberi Hidup harus “lelaki”; simbol manusia penerima hidup harus “perempuan.” Yahweh adalah suami yang setia, Israel adalah isteri yang tidak setia. Kristus adalah mempelai laki-laki, Gereja adalah mempelai perempuan. Orang yang setia akan masuk ke pesta perkawinan sebagai mempelai perempuan dan bersatu dengan Sang Anak Domba sebagai mempelai laki-laki. Bahasa Ekaristi adalah bahasa pemberian diri mempelai laki-laki kepada mempelai perempuan: “Inilah Tubuh-Ku...”
• Secara biologis, tubuh menghasilkan hormon oksitosin (untuk menciptakan ikatan, bonding): saat perempuan melahirkan, saat menyusui, dan saat orgasme.
• Janji pembebasan itu nyata dan terbuka bagi semua. Hanya cinta Allah yang bisa sungguh memuaskan manusia. Jangan mencari di tempat yang salah. “Setiap orang yang mendekati seorang pelacur atau menikmati pornografi pada dasarnya sedang mengetuk pintu hati Allah dan merindukan cinta-Nya.”
• Martabat perempuan diluhurkan sebagai simbol sikap setiap manusia di hadapan Allah; martabat lelaki diluhurkan sebagai simbol sikap Allah terhadap manusia.
• Real man: Yesus (“memberi” – simbol tindakan dasar Allah terhadap manusia; Adam Baru); real woman: Maria (“menerima” – simbol tindakan dasar manusia terhadap Allah; Hawa Baru).
• KHK 1055.1: “Perjanjian (foedus) perkawinan, dengannya seorang laki-laki dan seorang perempuan membentuk antara mereka persekutuan (consortium) seluruh hidup, yang menurut ciri kodratinya terarah pada kesejahteraan suami-isteri (bonum coniugum) serta kelahiran dan pendidikan anak, antara orang-orang yang dibaptis, oleh Kristus Tuhan diangkat ke martabat sakramen.”
• KHK 1061.1: “Perkawinan sah antara orang-orang yang dibaptis disebut hanya ratum, bila tidak consummatum; ratum dan consummatum, bila suami-istri telah melakukan persetubuhan antar mereka (actus coniugalis) secara manusiawi yang pada sendirinya terbuka untuk kelahiran anak, untuk itulah perkawinan menurut kodratnya terarahkan, dan dengannya suami-istri menjadi satu daging.” *** [Edisi 2 November 2009 waktu Jakarta]